Tiga Setengah Tahun di Semarang

Semarang, Serasa baru kemarin saya mencari tempat ATK/FotoCopy saat Pekan Ta'Aruf untuk persiapan masuk Universitas, it's about 3 years ago masih ingat suasana semarang yang identik dengan cuaca-nya yang Gerah. pertama kali saya menginjakkan kaki di semarang dengan bertemu dengan Senior saya (Eka Purwanti) saat berada di Bus perjalanan Surabaya-Semarang, beliau berasal dari Pare-Pare Sulawesi Selatan karena dengan latar belakang kami berasal dari Sulawesi dengan dengan cepat keakraban tercipta diantara kami sesama perantau. Setibanya di Semarang kami di ajak ke rumah pamannya untuk beristirahat untuk melanjutkan pendaftaran ulang di Kampus. Entahlah seperti apa model saya dan 5 teman saya waktu itu jika tidak bertemu dengan mbak Eka (tidur diatas rel kali yah hehe).

Dan hari ini sya akan meninggalkan kota ini entah berapa lama saya akan melihat kembali kota ini hingga saya menemukan tujuan hidup saya selanjutnya, jujur saja saya tidak sampai hati meninggalkan kamar ini, tempat ini, kota ini dan kalian yang telah bersama saya selama 3.5 tahun. berbeda dengan tempat kelahiran saya Kota Semarang punya tempat tersendiri di dalam diri ini. mungkin bagi anda yang anak kuliahan pasti udah merasakan kerasnya kehidupan di kota-kota besar di pulau jawa ini, dari berbagai jenis makanan, mulai kucingan hingga makanan restoran semarang (nongkrong aja hehe) udah ane rasakan, pulang tengah malam dari Simpang Lima ke Genuk dengan Banci johar yang melambai-lambai (50 ribu aja mas..!), banjirnya genuk, kaliwage hingga Simpang Lima kala terjadi hujan deras, hingga pacaran sebulan dengan orang purwodadi. namun disini saya tidak akan membahas kisah cinta akan tetapi hiruk pikuk selama disemarang.


Selanjutnya yang membuat saya rindu akan semarang, adalah masyarakat umumnya provinsi jawa tengah dengan karakter rendah hati dan santun. meskipun kebanyakan waktu yang saya habiskan di depan monitor tapi saya tahu betul karakteristik masyarakat semarang. dengan gaya bicara dengan nada lembut dan santun walaupun usia mas atau mbak nya lebih tua dari saya tapi mereka tetap menunjukkan santun dan rendah hatinya. 

Makanan Murah
bagi anda yang ingin melanjutkan penididkan di pulau jawa, tidak ada salahnya memilih kota semarang sebagai destinasi utama, dimana biaya hidup dikota ini tergolong rendah, setiap harinya saya menghabiskan uang 45.000 termasuk snack nya boi, bukan berarti anda tidak dapat memilih jenis makanan lainnya yang lebih mahal atau lebih murah, itu hanya standar bagi saya sebagai anak kuliahan, yang mana makan 3 kali sehari dan kadang 2 kali sehari. harga makanan 6000-9000 + minum es teh 1000-2000. dan jangan heran bagi anda yang dari luar jawa, yang mana kebiasaan makanan dirumah banyakan nasi dari pada lauk nya dan minum air putih setelah makan, namun disini akan terlihat berbeda jika anda perhatikan, disini dengan lauk yang lebih banyak dan nasi yang ukuran sedang dan minuman setelah makan yaitu es teh manis hehe, hal yang belum pernah saya temui selama di sulawesi tenggara. oleh karena itu biasanya saya meminta nasi satu setengah (1.5) barulah perut ini bisa tenang hehe.

Gaya Hidup
mungkin saya tidak cerita banyak tentang gaya hidup masyarakat semarang, mungkin anda yang berasal dari luar pulau jawa beranggapan kalo di kota besar haruslah berpenampilan menarik dengan pakaian yang serba baru. namun disini anda bebas menggunakan apa saja selama itu dalam batas kewajaran. disini anda akan menemui banyak masyarakat keturunan china yang cenderung fashionista (kata temen saya), namun jika anda bertemu dengan masyarakat lokal semarang anda akan melihat kesederhanaan mereka. Bicara sedikit tentang kampung halaman, kejadian lucu yang saya temukan saat hendak kembali ke kampung halaman di Bombana sulawesi tenggara di tahun kemarin, saat saya diajak oleh ke mall yang baru dibuka "Lippo Plaza" atau apalah namanya di kota kendari itu. antara malu dan sedih melihat pengunjungnya yang mana untuk masuk ke mall aja harus dengan pakaian baru dan keren-keren-an lah, hingga saya melihat salah satu rombongan terdiri 3 orang yang ingin naik eskalator sampe harus naik ke eskalator arah berlawanan, mereka mau naik kelantai atas tapi dengan eskalator yang arah turun hehe(ngakak). entahlah, mungkin kehidupan masyarakat dikota kendari udah pada mapan semua kali yahh? atau emang baru masuk mall, saya saja masuk ke mall pake sendal jepit,celana pendek, niatnya nanya harga Smartphone sampai yang jualan senang banget dikiranya cuman pengen nanya harga aja padahal langsung transaksi boi biar greget hehe. 

Sungguh masih banyak pelajaran yang saya dapatkan dikota ini yang tidak sempat saya tulis pada artikel kali ini, dan pastinya saya tetap akan kekambali ke kota ini. semoga kisah saya ini memberikan manfaat bagi para pembaca semua. saya kira demikian, jika ada hal yang kurang berkenan dan sependapat dengan saya silahkan kita diskusikan bersama di bawah ini.

MSD, mei 2015

Cara Mengatasi tidak bisa mengirim pesan ke 3636 Telkomsel

Selamat pagi Netter, hari ini mata saya gak bisa tertutup(maksudnya tidur), sudah seminggu ini selama padat-padatnya kerjain Tugas Akhir yah mungkin saking terlalu dipikirkannya yah sehingga gak bisa tidur malam? Entahlah.. Sembari menunggu adzan subuh dan terbitnya matahari saya tertarik untuk berbagi kisah semalam dengan teman-teman pembaca. Semalam saya sempat dibuat sakit kepala sama bang Telo(Telkomsel) gara-gara tidak bisa daftar paket nge-netan, yah gimana gak emosi paket internetan udah habis mau perpanjang paket malah tidak bisa.


Awal ceritanya sih pas daftar paket Promo ngampus Simpati loop dengar dari teman-teman katanya lebih murah untuk level mahasiswa dari pada paket On Loop Holic, ini cuman daftar 50 ribu sdh dapat paket 4 GB udah gak was-was lagi ngirit paket siang hari karena takut habis, paket ini sudah gak main Jam-jaman lagi kayak keluarga On Loop. Nah lanjut, pas ane daftar paketnya di *550*300# semuanya berjalan normal hingga dapat balasan dari 3636 kalo saya berada di Zona 2 dan dikenakan tarif 52.500 berikut isi pesan dari 3636:

Anda berada di Zona 2 akan membeli paket Rp.52500 untuk 2GB +2GB Data Zona/30 hari. Jika setuju balas FLASH (Spasi) YA kirim ke 3636.

Ketika saya balas pesan tersebut dengan mengetikkan FLASH (Spasi) YA dan kirim ke 3636, hasilnya Failed (Gagal Mengirim). wah gimana nihh...! saya coba cek kuota FLASH INFO ke 3636 juga gak bisa. nah saya searching di Google dengan Keyword "Gagal Mengirim Pesan ke 3636" hasilnya yang tampil sebagian besar disuruh ngeRestart handphone/Smartphone kemudian disuruh cek SMS Center nya jika nomor nya salah disuruh diubah sesuai operator masing-masing. Wahhh, saya coba semuanya dan gak ada perubahan, sepertinya masalah saya bukan pada SMSC. dalam hal ini saya menggunakan Smartphone Android Samsung Galaxy, saya pun tidak putus asa, saya telepon Call Center om Telo di 118 dan tanyakan kenapa Smartphone saya tidak bisa mengirim ke Nomor 4 digit. nah hasilnya adalah perangkat saya tidak bisa bisa mengirim SMS dengan nomor pendek atau layanan SMS premium. sepertinya ini akibat saya pernah salah melakukan pilihan saat mendaftar Paket internetan. dan solusinya saya dapat si Situs resmi Samsung itu sendiri disini .

Intinya adalah mengganti Permission saat mengirim pesan premium ke nomor layanan 4 Digit menjadi Always Allow. berikut langkah-langkahnya:

1. Masuk ke Setting
2. Pilih Aplication Manager
3. kemudian geser kekanan, pada Tab ALL
4. kemudian scroll kebawah cari dan buka Messaging 
5. dan ubah permissionnya menjadi Ask atau Always Allow. disini saya pilih Always allow agar suatu saat gak tampil pertanyaannya lagi saat mendaftar paket.
6. Keluar dan Silahkan kirim ulang Pesan ke 3636.
7. Berhasil bukan :D


Setelah saya lakukan langkah diatas, Alhamdullillah ternyata permasalahannya cuman itu, sampai-sampai Call Centernya nyuruh ke Service Center Samsung untuk masalah ini. hehehe



yahhh akhirnya bisa Ngenet lagi deh walaupun di kos-an udah adah wifi terasa kurang aja kalo smartphone canggih tanpa paket, dibawa keluar tidak ada bedanya dengan Handphone biasa. Semoga kisah saya kali ini memberikan manfaat bagi pembaca sekalian, jangan sungkan untuk berbagi, tuliskan kisahmu melalui komentar dibawah.

*) Jika anda pengguna selain Brand Samsung tidak ada salahnya mencoba cara diatas. intinya ganti Permission pesan Premiumnya menjadi Always Allow atau Ask.

-MSD-2015

Riwayat Hidup Sultan Hasanuddin

Riwayat Hidup Sultan Hasanuddin
Riwayat Hidup Sultan Hasanuddin-, Sultan Hasanuddin merupakan putra dari Sultan Malikussaid yang merupakan raja Gowa ke 15, lahir 12 Januari 1631 di Makassar Sulawesi Selatan dan wafat di usia 39 tahun 12 Juni 1670 di Makassar, Sulawesi Selatan. Sebagai Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe untuk melawan Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. 



Setelah memeluk agama Islam, beliau mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655). Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni belanda.

Riwayat Hidup Sultan Hasanuddin
Pertempuran saat itu terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Belanda dengan mengarahkan armada tambahan yang dipimpin oleh Cornelis Speelman dibantu oleh Arung palakka raja Bone sebagai sekutu belanda dalam menyerang Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin sebagai raja Gowa saat itu merasa dirugikan hingga akhirnya pertempuran sengit yang dilakukan oleh Sultan Hasanuddin. Namun karena Belanda makin diperkuat dengan persenjataan maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil diduduki Belanda.
Riwayat Hidup Sultan Hasanuddin
Benteng Somba Opu

Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama dengan Belanda. hingga akhirnya Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Sementara itu berkat kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan belanda, belanda memberinya gelar "de Haav van de Oesten" yang berarti Ayam Jantan dari Timur.

Source (Wikipedia)

Arti dibalik nama "Soekarno"


Arti dibalik nama "Soekarno"-, Soekarno dengan nama asli Koesno Sosrodihardjo anak dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Raiyang. nama tersebut diberikan oleh kedua orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaituKarna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Soekarno di masa Kecil
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.




SaatTamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[11], bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Parti. Bung Karno sebagai presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.

Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan bahwa pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Arung Palakka dan Kerajaan Bone abad ke-17




Arung Palakka Nama lengkapnya adalah Arung Palakka La Tenri Tatta Petta  Malampee Gemme’na Sebuah nama untuk seorang Raja Bone (Sulawesi Selatan) yang ke-15, lahir pada 15 September 1634. Dalam sejarah Sulawesi Selatan di abad ke-17, khususnya dalam perang Makassar nama Latenri Tatta Arung Palakka tidak dapat dipisahkan. Menurut Mr. Strotenbekker, seorang sejarawan Belanda dalam bukunya tertulis silsilah yang menyatakan, bahwa Datu Soppeng ri Lau yang bernama Lamakkarodda Mabbelluwa’E kawin dengan We Tenri Pakku Putri raja Bone ke-6 La Uliyo Bote’E MatinroE ri Itterung. Dari perkawinan ini lahir seorang putri yang bernama We Suji Lebba’E ri Mario. We Suji Lebba’E kawin dengan Raja Bone ke-11 Latenri Rua Sultan Adam matinroE ri Bantaeng, Raja Bone yang pertama kali memeluk agama Islam. Dari perkawinan itu lahir seorang putranya yang bernama We Tenri Sui’ Datu Mario ri  Wawo. We Tenri Sui’ kawin dengan seorang bangsawan Soppeng yang bernama Pattobune. Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga. Dari perkawinan itu lahir : 

  1. Da Unggu (putri) 
  2. Latenri Tatta Arung Palakka (putra)
  3. Latenri Girang (putra)
  4. We Kacumpurang Da Ompo (putri) 
  5. Da Emba (putri), dan 
  6. Da Umpi Mappolobombang (putri) 
Jadi Latenri Tatta Arung Palakka adalah bangsawan Bone dan Soppeng, cucu dari Raja Bone ke-11 La Tenriruwa La Pottobune bertempat di Lamatta di daerah Mario ri Wawo dalam wilayah kerajaan Soppeng. Dari enam orang anak La Pottobune Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga dengan isterinya We Tenri Sui Datu Mario ri Ase, ada dua orang diantaranya yang menjadi pelaku sejarah Bone di abad ke-17 yaitu :
  1. La Tenri Tatta Daeng Serang yang memimpin peperangan melawan kekuasaan Gowa, dan
  2. We Mappolobombang yang melahirkan Lapatau matanna Tikka Raja Bone ke-16 
Oleh karena itu La Tenri Tatta Arung Palakka tidak mempunyai anak, sekalipun istrinya (I Mangkau Daeng Talele) sangat mengharapkannya, maka ia mengangkat keponakannya yang bernama La Patau menjadi raja Bone ke-16 dengan gelar Sultan Alamuddin Petta MatinroE ri Nagauleng. Arung Palakka, diantara bangsawan-bangsawan Bone dan Soppeng yang diasingkan dari negerinya, setelah Baginda La Tenri Aji kalah dalam pertempuran di Pasempe pada tahun 1646, terdapat Arung Tana Tengnga La Pottobune dan ayahnya, yaitu Arung Tana Tengnga Tua Wilayah kepangeranan Tana Tengnga terletak di tepi sungai WalenneE berdekatan dengan Lompulle dan bernaung di bawah daulat Kerajaan Soppeng. Dalam pengasingan itu La Pottobune membawa serta istrinya, We Tenri Sui Datu Mario ri Wawo dan putranya La Tenri Tatta yang baru berusia sebelas tahun. Ada lagi empat anak perempuannya, akan tetapi mereka itu ditinggalkan dan dititipkan pada sanak keluarganya di Soppeng, karena takut jika mereka akan mendapat cedera dalam pengasingannya. Mereka itu ialah : 
  1. We Mappolobombang, yang kemudian menjadi Maddanreng Palakka dan menikah dengan Arungpugi atau Arung Timurung La PakkokoE Towangkone, putra Raja Bone La Maddaremmeng
  2. We Tenrigirang, yang kemudian bergelar Datu Marimari dan kawin dengan Addatuang To dani, Raja dari lima Ajangtappareng (Sidenreng Rappang, Alitta, Sawitto, dan Suppa);
  3. Da Eba, yang kemudian menikah dengan Datu Tanete Sultan Ismail La Mappajanci; 
  4. Da Ompo 
Adapun We Tenri Sui adalah anak Sultan Adam La Tenri Ruwa, Raja Bone ke-11 yang wafat dalam pengasingan di Bantaeng, karena ia lebih memilih memeluk agama Islam dari pada tahta Kerajaan Bone. Dat We Tenri Sui memberikan pula gelaran Datu Mario ri wawo kepada La Tenri Tatta. Dengan gelaran itulah pangerang ini terkenal sehingga ia diakui oleh Aruppitu dan rakyat Bone sebagai Arung Palakka. Suatu kedudukan dan gelaran yang menurut adat telah diberikan kepada pangerang yang terdekat dari tahta Kerajaan Bone. Pengakuan yang menjadikannya orang pertama diantara semua bangsawan bone itu, diperolehnya dalam tahun 1660, menjelang perang kemerdekaan melawan Gowa, di mana ia memegang peranan terpenting di samping To Bala. 

Situasi Tahun 1646 Apabila dikembalikan ke situasi 1646, maka sekilas dapat digambarkan sebagai berikut:Tawanan-tawanan perang orang Bone dan Soppeng kebanyakan diangkut ke Gowa, di mana mereka dibagi-bagi ke antara bangsawan-angsawan Gowa. Arung Tana tengnga dan keluarganya jatuh ke tangan Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Ia adalah seorang yang terkenal budiman dan berpengetahuan luas. Para tawanannya diperlakukan dengan remah-remah. La Tenritatta dijadikannya Pembawa Puan. Karena tugas itu, maka Pangeran selalu ada di dekat beliau, sehingga tidak sedikit ia mendapat didikan dan ilmu pengetahuan dari ucapan-ucapan serta sikap sehari-hari dari pengendali kemaharajaan Gowa yang termasyhur sangat pandai dan bijaksana itu. Ia juga disegani oleh setiap kawan dan lawannya. Di kalangan para pemuda bangsawan Gowa, La Tenritatta terkenal dengan nama Daeng Serang. Dengan mereka itu ia berlatih main tombak, kelewang, pencak silat, raga,dan berbagai permainan olah raga lainnya. Dalam pertandingan-pertandingan tidak jarang Daeng Serang menjadi juara. Konon dalam permainan raga tigak ada tandingannya di masa itu. 

Menurut berita, roman muka dan fisiknya sangatlah menarik dan mengesankan ; dahinya tinggi, hidungnya mancung, matanya tajam menawan, dagunya tajam alamat berkemauan keras. Tubuhnya semampai, berisi, dan kekar. Rupanya Karaeng Pattingalloang sayang dan bangga akan pramubaktinya yang bangsawan, gagah dan cerdas itu. Karaeng Serang dibiarkannya bergaul dengan pemuda-pemuda lainnya bagaikan kawan sederajat dengan pemuda-pemuda bangsawan Gowa. Bahkan diperkenalkannya kepada Sultan. Datu Mar alias Daeng Serang telah menjadi buah tutur di antara bangsawan-bangsawan muda dan rakyat ibukota Kerajaan Gowa. 
Sayang bagi keluarga Arung Tana Tengnga, Karaeng Pattingalloang lekas wafat yaitu pada tanggal 15 September 1654. Merekapun berganti tuan, yaitu berpindah ke tangan Karaeng Karungrung, yang menggantikan ayahnya sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa. Dia ini terkenal sebagai seorang yang sangat keras tabitnya, tidak seperti ayahnya yang halus budi bahasanya dan baik hati sesamanya manusia. 
Pada waktu itu Datu Mario telah menjelang 20 tahun usianya. Ia telah dewasa. Akibat perlakuan tuan barunya yang jauh berbeda dengan ayahnya yang telah meninggal, disadarinya dengan pahit akan kedudukannya sekeluarga sebagai tawanan perang yang pada hakekatnya tidaklah berbeda dengan kedudukan budak. Mereka tidak bebas kemana-mana, harus melakukan segala kehendak tuannya, makan minumnya tergantung daripadanya, nasibnya terserah sepenuhnya kepada balas kasihan atau kesewenang-wenangan tuannya itu. 
Mengenai tawanan-tawanan lain, diantaranya terdapat beberapa orang dari Soppeng seperti Arung Bila Daeng Mabela, Arung Belo To Sade, dan Arung Appanang. Nasib beliau itu tidaklah lebih baik dari Datu Mario. Sejak semula mereka menginjakkan kaki di bumi Gowa, mereka mengalami perlakuan-perlakuan yang pahit. Tidaklah heran kalau mereka itu setiap saat memanjatkan doa, agar tanah air mereka segera merdeka kembali dan mereka dapat pulang kembali ke Bone bersatu dengan sanak keluarganya. Dalam pada itu rakyat Bone sendiri merintih, tertindih di bawah berbagi macam beban yang ditimpakan oleh Kerajaan Gowa di atas kepala mereka. Jennang To Bala tidaklah sanggup membela mereka itu. Oleh karena itu di sinipun rakyat sedang mengimpikan turunnya seorang malaikat kemerdekaan yang akan segera melepaskan mereka dari penderitaan perbudakan tahun 1660. Pada pertengahan tahun itu Jennang To Bala mendapat perintah dari Karaeng Karungrung, supaya secepat mungkin mengumpulkan sepuluh ribu orang laki-laki untuk dibawa segera ke Gowa menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan, di sepanjang pantai di sekitar ibukota Somba Opu. To Bala sendiri diharuskan mengantar mereka itu ke Gowa.

Pada akhir bulan Juli tibalah Arung Tanete To Bala dengan sepuluh ribu orang Bone di Gowa. Orang sebanyak itu diambilnya dari berbagai golongan, lapisan, dan umur. Ada petani, nelayan, pandai kayu, ada orang kebanyakan, budak, bahkan bangsawan, dan ada yang nampaknya masih kanak-kanak akan tetapi tidak kurang pula yang sudah putih seluruh rambutnya serta sudah ompong. To Bala tidaklah sempat lagi memilih hanya orang-orang yang kuat saja, atau mereka yang sedang menganggur saja, atau pun hanya orang kebanyakan dan hamba sahaya. Mereka membawa bekal, pacul atau linggis sendiri. Banyak di antara mereka itu yang sakit ketika tiba di Gowa, terutama yang masih kanak-kanak atau yang sudah terlalu tua. Mereka tidak tahan melakukan perjalanan ratusan kilometer jauhnya, naik gunung, turun gunung, masuk hutan, keluar hutan. Banyak yang berangkat dengan bekal yang tidak cukup karena tidak ada waktu untuk mempersiapkannya. Mereka diambil paksa dari tempat pekerjaannya dan dari anak istri atau orang tuanya.Datu Mario dan tawanan-tawanan perang Bone lainnya yang kesemuanya orang-orang bangsawan mengetahui akan hal itu. Banyak di antara mereka yang datang untuk menengok orang-orang senegerinya itu ketika mereka baru tiba. Malahan Datu Mario sering mengawal Karaeng Karungrung, apabial mereka pergi memeriksa kemajuan  pekerjaan menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan itu. Iba hati pangerang itu melihat penderitaan orang-orang senegerinya. Mereka bekerja dari pagi sampai petang, hanya berhenti sedikit untuk makan tengah hari dari bekal mereka yang terdiri dari nasi jagung dan serbuk ikan kering yang lebih banyak garam dari pada ikannya. Sungguh sangat menyedihkan mereka itu. Apalagi waktu itu musim kemarau, panas terik bukan kepalang di tepi pantai. Celakalah barang siapa yang dianggap malas. Mereka didera dengan cambuk oleh mandor-mandor yang tidak mengenalperikemanusiaan. Orang-orang yang dikhawatirkan akan membangkang, kakinya dibelenggu (risakkala). 

Karena pekerjaan yang telampau berat itu, sedang makanan amat kurang, lagi pula obat-obatan tidak ada, banyaklah di antara pekerja-pekerja itu yang jatuh sakit. Kebanyakan yang sakit tidak sembuh lagi. Mereka mati jauh dari anak istri dan ibu bapak mereka. Tidaklah mengherankan, kalau di antara para pekerja yang malang itu ada yang berusaha melarikan diri. Maka celakalah apabila ia tertangkap kembali. Ia didera setengah mati, lalu disuruh bekerja dengan kaki terbelenggu (risakkala) untuk waktu yang lama. Akan tetapi tidak tahan dengan penderitaan, maka banyaklah pekerja yang melarikan diri. Mangkubumi Karaeng Karungrung amat murka akan hal itu. Beliau berkehendak, supaya parit-parit pertahanan di sekitar Somba Opu, Jumpandang dan Panakkukang serta kubu-kubu pertahanan sepanjang pantai selesai November. Untuk mengganti pelarian-pelarian yang tidak tertangkap kembali, maka diperintahkannya semua tahanan perang pria yang ada di ibukota ikut serta pada pekerjaan itu. Datu Mario dan bangsawan-bangsawan lain, baik yang dari Bone maupun yang dari Soppeng turut menggali dan mengangkat tanah pada setiap harinya. Ayah Datu Mario, karena sudah terlalu tua dan sering sakit-sakitan dibebaskan dari pekerjaan fisik yang amat berat itu. Pada suatu hari diawal bulan September 1660 itu, Datu Mario pulang dari menggali parit, didapati ayahnya meninggal. Beliau dikatakan telah dibunuh pada pagi hari itu dengan sangat kejam, karena ia mengamuk di hadapan Sri Sultan, disebabkan karena bermata gelap, melihat beberapa orang Bone yang disiksa sampai mati. Mereka itu adalah pelarian dari tempat penggalian parit-parit, ditangkap kembali oleh orang Gowa. 

Arung Tana Tengnga Tua, Nenek Datu Mario, beberapa tahun sebelumnya telah pula meninggal dengan cara yang serupa. Menurut berita, beliaupun mengamuk di depan para pembesar Kerajaan Gowa. Beliau ditangkap lalu dibunuh dengan cara yang amat kejam pula. Datu Mario bersumpah akan menuntut balas terhadap kematian ayah dan neneknya serta sekian banyak orang Bone lainnya. Maka direncanakannya suatu pemberontakan secara besar-besaran untuk melepaskan Bone dari penjajahan dan perbudakan Gowa. 
Pada suatu hari dalam pertengahan bulan September itu sementara Sultan Hasanuddin bersama dengan segala pembesar kerajaannya berpesta besar di Tallo, Datu Mario menggerakkan semua pekerja parit orang Bone yang hampir sepuluh ribu orang jumlahnya itu bersama dengan semua tawanan perang dari Bone dan Soppeng melarikan diri dari Gowa. Pelarian itu berhasil dengan gemilang di bawah pimpinan Datu Mario. Pada hari yang keempat petang mereka tiba di Lamuru, Datu Mario segera mengirimkan kurir kilat kepada Jennang To Bala dan Datu Soppeng untuk melaporkan peristiwa besar itu dan mengajaknya bertemu di Attappang dekat Mampu.
 
Beberapa hari kemudian bertemulah Datu Soppeng La Tenri Bali, Arung Tanete To Bala. Dan Datu Mario Latenri Tatta di Attappang. Pada pihak Datu Soppeng ikut hadir ayahnya Lamaddussila Arung mampu dan Arung Bila. Pada pihak To Bala hadir Arung Tibojong, Arung Ujung, dan sejumlah besar bangsawan Bone. Bersama Datu Mario hadir pula Daeng Mabela, Arung Belo dan Arung Appanang. Atas desakan Datu Mario dan kawan-kawannya, Datu Soppeng segera menyetujui tawaran To Bala untuk mempersatukan Bone dan Soppeng melawan Gowa. Perundingan berlangsung di suatu tempat yang netral yaitu di atas rakit sungai Attapang. Oleh sebab itu persetujuan Bone-Soppeng itu (1660) dinamai “ Pincara LopiE ri Attappang (rakit perahu di Attappang). Setelah itu pulanglah mereka masing-masing ke negerinya. Datu Mario kembali ke Lamuru menemui laskar-laskarnya, bekas penggali-penggali parit di Gowa yang berjumlah hampir sepuluh ribu orang. Semuanya ingin memikul tombak di bawah Datu Mario untuk menyambut orang Gowa. Akan tetapi oleh Datu Mario diperintahkan yang sudah ubanan sama sekali dan yang belum dewasa harus tinggal di kampung untuk membela wanita-wanita, orang tua-tua, dan anak-anak. Para pengikut lainnya paling lambat setelah sepekan (lima hari) sudah berkumpul kembali di Mario. Menurut perhitungan Datu Mario, paling cepat sepekan lagi barulah laskar Gowa dapat berada di Lamuru. Ibu dan istrinya I Mangkawani Daeng Talele telah dibawanya ke Desa Lamatta, tempat kediaman mereka 14 tahun yang lalu sebelum diasingkan ke Gowa.

Arung Palakka



Alangkah bahagia perasaan ibunya berada kembali di negeri leluhurnya, di tengah-tengah rakyat yang mencintainya. Sayang sekali, Datu yang telah tua itu tidak lama menikmati kebahagiaan itu di dunia. Oleh Yang Maha Esa, beliau hanya diizinkan menghirup udara Lamatta sepekan lamanya. Penderitaan selama dalam pengasingan, terlebih-lebih dalam bulan yang terakhir setelah meninggal suaminya, ditambah keletihan dalam pelarian dari Bontoala ke Lamuru selama empat hari empat malam sempat juga ia menikmati berita bahagia, bahwa Aruppitu, para bangsawan dan rakyat Bone telah mengakui putranya Datu Mario sebagai Arung Palakka. Di mana ia sebagai ahli waris neneknya yakni Sultan Adam La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Datu Mario yang kini mulai terkenal sebagai Arung Palakka, tidaklah dapat duduk-duduk bersantai atas kematian ibunya itu, karena telah diterimanya kabar, bahwa laskar Gowa yang berjumlah besar telah mendaki ke Camba untuk menuju Bone. Dalam dua hari kepala laskar itu sudah dapat berada di Lamuru. Dengan segera dikirimnya kurir ke Soppeng dan Bone dengan membawa berita dan meminta, supaya sebagian laskar di kirim ke Lamuru untuk menyambut laskar Gowa di tempat itu. Pada hari yang ketiga barulah laskar Gowa tiba di Lamuru. Petang harinya tiba pula laskar Soppeng hampir bersamaan dengan laskar Bone. Bersatulah mereka untuk menghadapi laskar Gowa. Kedua belah pihak sama kuat. Menurut cerita masing-masing berkekuatan kurang lebih 11.000 orang. 

Raja Gowa berusaha memisahkan orang Soppeng dari orang Bone. Baginda mengirim utusan kepada Datu Soppeng dengan pesan, bahwa antara Gowa dan Soppeng tidak ada perselisihan. Janganlah hendaknya orang Soppeng mau diseret oleh orang Bone untuk masuk ke liang lahat. Peperangan ini tidak berarti mengubur diri sendiri bagi orang Bone. Akan tetapi Datu Soppeng dan Arung Bila, ayah Daeng Mabela menjawab, bahwa Soppeng telah bertekad akan sehidup semati dengan saudaranya Bone berdasarkan perjanjian tiga negara (TellumpoccoE) di Timurung.Ketika utusan menyampaikan jawaban datu Soppeng itu kepada Raja Gowa, baginda berkata: “ Baiklah jika demikian, Soppeng rasakan serangan Gowa!”. Diperintahkannya menyerang Soppeng dan Bone bersama-sama. Kedua belah pihak bertempur dengan tanpa mengenal maut. Datu mario yang kini telah pula bergelar Arung Palakka memimpin laskar yang terdiri dari orang-orang Mario, orang-orang Palakka, dan mereka yang pernah menjadi penggali parit di Gowa. Pada petang harinya sebuah panji orang Soppeng dapat direbut oleh musuh. Pasukan Arung Bila telah tewas sebanyak empat puluh orang. Untunglah malam tiba. Kedua belah pihak mundur ke markas masing-masing. Keesokan harinya orang Bonedan Soppeng mulai menyerang laskar Gowa terdesak mundur, terkepung oleh lawan-lawannya. Tiba-tiba Orang Soppeng mendapat berita, bahwa laskar Wajo, sekutu Gowa telah melintasi perbatasan Soppeng – Wajo. Negeri-negeri yang mereka lalui habis dibakar. Datu Soppeng memerintahkan laskarnya berbalik meninggalkan medan pertempuran lamuru untuk kembali menghadapi laskar wajo. Akan tetapi laskarnya telah letih, sedangkan laskar wajo masih segar dan jumlahnya pun lebih besar. Setelah bertempur berhari-hari laskar Soppeng menyerah. 
Arung Bila Tua ayah Daeng Mabela lari menyingkir ke pegunungan Letta. Putrinya We Dimang menyingkir ke arah timur dikawal oleh adiknya, yakni Daeng Mabela. Ibunya dengan dikawal oleh Arung Appanang menyingkir ke Mampu. Laskar Bone setelah ditinggalkan oleh laskar Soppeng, mundur teratur masuk ke daerah Bone Utara. Dikejar dari belakang oleh laskar Gowa. Mampu, Timurung, dan Sailong menjadilah medan perang. Sial bagi orang Bone laskar wajo yang telah selesai tugas